Primbon adalah kumpulan pedoman hitungan-hitungan adat (khususnya
suku Jawa) untuk menentukan hari baik dalam melakukan suatu hajatan, mengetahui
pribadi seseorang dari tanggal lahirnya, menentukan jodoh dari hari
kelahirannya, menentukan nama bayi yang pas, bahkan meramal nasib seseorang
dari bentuk tubuh atau posisi tahi lalat, nama, dan sebagainya. Salah satu
contoh yang bertentangan dengan agama adalah mengenai jodoh. Bukankah jodoh
sudah ada yang mengatur??? Dan kita sebagai manusia harus berikhtiar dan berdoa
dalam perjalanan mencari jodoh. Namun di dalam primbon pun ada namanya primbon
jodoh yang kasarannya adalah mengatur jodoh manusia. Atau istilah orang Jawa
adalah hitungan hari. Dan jika kita percaya dengan hal-hal yang ada di dalam primbon
tersebut maka itu akan dapat menjerumuskan kita pada perbuatan syirik atau
menyekutukan Allah SWT.
Sebenarnya jika tujuannya untuk melestarikan budaya tidak masalah,
asalkan tidak musyrik dan tidak mengganggu orang lain. Masalahnya, pada saat
kita secara iseng membaca tentang berbagai ramalan khususnya ramalan primbon,
maka secara tidak sadar kekuatan ramalan akan mempengaruhi cara pandang dan
daya kritis kita terhadap sesuatu akan menjadi lenyap. Jiwa akan kosong dan
syetan akan masuk ke hati kita sehingga memungkinkan kita kehilangan
kepercayaan terhadap Allah. Semua akan mudah terjadi pada orang yang keimannya
kepada Allah lemah, sehingga akhirnya mempersekutukan Allah. Sebaiknya orang
yang keimanannya dan keilmuannya tentang agama masih kurang sebaiknya tidak
mencoba mendekati atau bermain-main dengan primbon karena bisa menjadi pintu
lepasnya jiwa dan mengarah pada bentuk kesyirikan.
Primbon tidak selamanya menjadi negatif, karena primbon dapat
memperkaya Khasanah Kebudayaan Bangsa Indonesia yang mungkin mambuat banyak
negara iri dengan kita, sehingga tak heran banyak yang mencuri tradisi kebudayaan
bangsa kita. Sedangakan persoalan nasib, jodoh, rezeki, mati dan hari baik itu
hanyalah milik Allah SWT. Manusia diberikan kesempatan oleh Allah untuk
merencanakan dan berusaha semaksimal mungkin. Artinya kita bisa merancang masa
depan nasib, jodoh, rezeki, kecuali mati dengan kemampuan yang baik pula. Kalau
sudah berusaha dengan maksimal, baru tawakal kepada Allah agar tidak menjadi
sombong.
Pertanyaan:
Dalam berfilsafat hendaknya hati diletakkan pada kedudukan paling
tinggi diatasnya pikiran. Lalu bagaimana dengan orang Jawa beragama Islam yang
sangat mempercayai ilmu titennya kemudian menghubungkannya dengan kejadian yang
akan datang, jodoh, watak seseorang yang semuanya adalah rahasia Allah. Apakah
mereka sudah menggunakan hati? Atau hanya menggunakan pikiran saja???
Saya hidup di kalangan orang-orang atau bahkan keluarga yaitu kakek
dan nenek yang mempercayai primbon. Banyak sekali perhitungan-perhitungan
primbon yang tidak sesuai dengan hati atau keyakinan saya. Sedangkan pikiran
harus sejalan dengan hati. Apakah saya bisa mengatakan bahwa orang-orang
tersebut tidak sehat ataukah saya yang tidak sehat???
Kata bapak marsigit karena Yogyakarta mempunyai kedudukan istimewa
maka tidak menutup kemungkinan bahwa primbon akan menjadi semakin berkembang.
Bagaimana nantinya dengan keyakinan para penduduknya, karena keyakinan yang
lemah terhadap agama akan sangat dipengaruhi oleh primbon-primbon tersebut???