Minggu, 16 Desember 2012

KONSTRUKTIVISME dan PERSEPSI GURU TERHADAP KARAKTERISTIK MATEMATIKA


Filsafat konstruktivisme telah diterima secara luas dalam dunia pendidikan, salah satunya pendidikan matematika. Pembelajaran kontekstual yang selama ini sudah digalakkan juga merupakan akibat dari diterimanya filsafat konstruktivisme dalam filsafat ilmu yaitu melalui pendidikan. Dalam filsafat konstruktivisme, salah satu ciri-ciri pembelajaran yang konstruktivis adalah bahwa belajar harus dalam situasi latar (setting) yang realistik. Namun, banyaknya guru yang memandang karakteristik matematika secara kurang menyeluruh mengakibatkan kebanyakan pembelajaran yang dilakukan tidak mempunyai makna bagi siswa dan hal ini juga diakibatkan kurangnya penerapan pembelajaran konstruktivis tersebut.
Persepsi seorang guru terhadap matematika akan mempengaruhi bagaimana pembelajaran matematika yang akan dilakukan kepada siswanya. Pemahaman yang tidak utuh terhadap matematika sering memunculkan sikap yang kurang tepat dalam pembelajaran, lebih parah lagi dapat memunculkan sikap negatif terhadap matematika artinya banyak yang menganggap matematika sulit atau bahkan menakutkan. Dengan pemahaman yang utuh, diharapkan pembelajaran dapat menjadi lebih bermakna.
Matematika sebagai ilmu sesungguhnya memiliki interpretasi yang sangat beragam. Dan karena matematika yang diajarkan di sekolah juga merupakan bagian dari matematika, maka berbagai karakteristik matematika juga akan menentukan persepsi guru terhadap matematika sekolah dan lebih lanjut lagi akan mempengaruhi persepsi guru terhadap pembelajaran matematika yang akan diajarkan kepada siswanya. Dengan memahami karakteristik matematika, guru diharapkan dapat mengambil sikap yang tepat dalam pembelajaran matematika. Lebih jauh lagi, guru seharusnya memahami batasan sifat dari matematika yang dibelajarkan kepada anak didik. Jangan sampai guru memandang matematika hanya sebagai kumpulan rumus belaka, tidak pula hanya sebagai proses berpikir saja.
Kenyataan yang terjadi saat ini, banyak orang bahkan banyak guru dan peneliti dalam matematika yang memandang matematika sebagai pelajaran yang sulit dan menakutkan. Jika orang dewasa saja memandang matematika sebagai pelajaran yang sulit, bagaimana dengan anak-anak??? Maka sebagai seorang pendidik yang khususnya mengajarkan matematika, maka persepsi kita terhadap matematika sekolah juga harus benar dan utuh. Namun, persepsi guru dan peneliti terhadap matematika sekolah yang selama ini ada adalah sesuai dengan aliran hilbertianisme. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya guru dan peneliti dalam matematika sekolah yang menyamakan antara karakteristik matematika sendiri dengan matematika sekolah. Padahal karakteristik matematika selama ini ada dalam kebanyakan pikiran guru dan peneliti adalah karakteristik matematika yang dipakai dalam perguruan tinggi. Jika persepsi tersebut sesuai dengan hilbert maka matematika akan menjadi tidak bermakna bagi siswa sekolah dimana siswa masih membutuhkan pembelajaran bermakna yang dapat dibangun dengan pembelajaran konstruktivisme.

Pertanyaan:
1.     Bagaimana mengubah pandangan guru, peneliti dan beberapa orang dewasa yang memandang karakteristik matematika sesuai dengan aliran hilbertianisme sehingga pembelajaran konstruktivisme yang bermakna bagi siswa dapat dilaksanakan?

2.  Apakah berpikir tingkat tinggi hanya dapat dilakukan bagi pure matematika saja? Bagaimana dengan beberapa siswa yang mampu menyelesaikan masalah non rutin yang berupa teka-teki kehidupan nyata, apakah siswa tersebut tidak melakukan berpikir tingkat tinggi???